Sungai Code dan Transformasi Sosial di Yogyakarta: Dari Permukiman Kumuh hingga Destinasi Wisata

kali code tampak atas

Sungai Code, yang dalam bahasa Jawa disebut Kali Codhé, adalah sungai yang membelah Kota Yogyakarta menjadi bagian barat dan timur, menjadikannya salah satu landmark kota ini. Sungai Code bermula dari aliran Sungai Boyong yang bersumber dari mata air di kaki Gunung Merapi. Panjang total sungai ini mencapai 41 km, dengan Sungai Boyong di bagian hulu sepanjang 24 km dan Sungai Code di bagian hilir sepanjang 17 km. Sungai ini kemudian bermuara pada Sungai Opak di Kabupaten Bantul.

Pentingnya Sungai Code Bagi Masyarakat

Sungai Code memiliki arti yang sangat penting bagi penduduk Yogyakarta, tidak hanya sebagai landmark, tetapi juga sebagai sumber air bagi pertanian dan kehidupan sehari-hari. Aliran air dari Gunung Merapi melalui Sungai Code digunakan untuk irigasi persawahan di Sleman dan Bantul serta sebagai sumber air minum. Sungai ini juga menjadi sumber penghidupan bagi warga sekitar, terutama mereka yang tinggal di sepanjang bantaran sungai.

Namun, Sungai Code juga membawa ancaman, terutama saat terjadi banjir lahar dingin akibat aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Banjir lahar ini dapat merusak pemukiman dan infrastruktur di sepanjang sungai. Untuk mengurangi dampak banjir, pemerintah telah membangun talud1Talud adalah dinding yang terbuat dari beton atau batu kali yang disusun sebagai penahan tanah. Talud berfungsi untuk mencegah terjadinya erosi akibat kecepatan arus air yang deras sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitarnya. di sepanjang Sungai Code di wilayah Kota Yogyakarta dan melakukan pengerukan sungai secara berkala. Selain itu, di hulu Sungai Boyong, telah dibangun bendung sabo2Sabo sendiri berasal dari bahasa Jepang, “sa” yang berarti pasir dan “bo” yang berarti pengendalian. Teknologi sabo ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada 1970 sejak kedatangan seorang tenaga ahli di bidang teknik sabo dari Jepang, Mr. Tomoaki Yokota. Sabo Dam merupakan terminologi umum untuk bangunan penahan, perlambatan dan penanggulangan aliran lahar di sepanjang sungai yang berpotensi terlanda lahar.  untuk menghambat aliran lahar sebelum mencapai kawasan pemukiman padat.

Transformasi Kampung Code

Pada tahun 1980-an, permukiman di sepanjang lembah Kali Code dikenal sebagai kawasan kumuh yang dihuni oleh masyarakat kelas bawah. Banyak rumah kardus yang berdiri di sepanjang bantaran sungai, tanpa fasilitas dasar seperti listrik dan air bersih. Namun, wacana penggusuran yang muncul pada saat itu mendapat penolakan dari berbagai pihak, termasuk dari Romo Mangunwijaya, seorang rohaniwan Katolik dan budayawan yang akrab disapa Romo Mangun.

kali code bersih

Romo Mangun berperan besar dalam merubah wajah Kampung Code. Beliau tinggal bersama masyarakat setempat selama beberapa tahun, mendesain ulang permukiman dengan konsep yang ramah lingkungan dan humanis. Program tribina (bina manusia, bina lingkungan, dan bina sosial) yang diinisiasi oleh Romo Mangun berhasil mengubah Kampung Code dari kawasan kumuh menjadi permukiman yang lebih layak huni. Penataan Kampung Code ini bahkan mendapatkan penghargaan internasional Aga Khan Award for Architecture pada tahun 1992.

Kampung Code Sebagai Destinasi Wisata

Kampung Code kini menjadi salah satu destinasi wisata perkotaan yang menarik, terutama bagi wisatawan yang ingin merasakan interaksi langsung dengan masyarakat lokal. Perubahan fisik yang dilakukan oleh Romo Mangun, ditambah dengan dukungan dari perusahaan cat tembok, membuat kampung ini tampil lebih berwarna dan menarik. Setiap sudut kampung dihiasi dengan mural dan warna-warni yang menciptakan suasana menawan.

Masyarakat Kampung Code juga berperan aktif dalam menjaga kebersihan dan keindahan kampung mereka, menjadikannya lingkungan yang nyaman dan layak dikunjungi. Kampung ini tidak hanya menjadi destinasi wisata yang populer, tetapi juga menjadi acuan bagi penataan kampung di tempat lain. Selain itu, Kampung Code sering dijadikan objek penelitian bagi mahasiswa, terutama dalam bidang arsitektur dan sosial.

Keunikan dan Prestasi Kampung Code

Sungai Code tidak hanya menjadi simbol geografis Yogyakarta, tetapi juga menjadi simbol keberhasilan transformasi sosial yang dilakukan oleh Romo Mangun dan masyarakat setempat. Keberhasilan ini tidak hanya membawa dampak positif bagi masyarakat lokal, tetapi juga mengundang perhatian internasional. Kampung Code kini dikenal sebagai perkampungan yang padat, bersih, dan nyaman, serta penuh dengan nilai-nilai artistik dan sosial yang kuat.

kali code yogyakarta

Keunikan Kampung Code sebagai hunian di pinggir sungai yang artistik dan humanis membuatnya mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi, seperti The Ruth and Ralph Erskine Fellowship pada tahun 1995. Kampung ini menjadi contoh bagaimana sebuah kawasan kumuh dapat diubah menjadi lingkungan yang layak huni dan bahkan menjadi destinasi wisata yang populer.

kali code jogjakarta

Sungai Code dan Kampung Code adalah bukti nyata bagaimana transformasi sosial yang dilakukan dengan pendekatan humanis dapat membawa perubahan besar bagi masyarakat. Dari permukiman kumuh yang hampir digusur, Kampung Code kini menjadi salah satu destinasi wisata yang menarik di Yogyakarta, sekaligus menjadi simbol keberhasilan usaha Romo Mangun dalam membela warga miskin.

  • 1
    Talud adalah dinding yang terbuat dari beton atau batu kali yang disusun sebagai penahan tanah. Talud berfungsi untuk mencegah terjadinya erosi akibat kecepatan arus air yang deras sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitarnya.
  • 2
    Sabo sendiri berasal dari bahasa Jepang, “sa” yang berarti pasir dan “bo” yang berarti pengendalian. Teknologi sabo ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada 1970 sejak kedatangan seorang tenaga ahli di bidang teknik sabo dari Jepang, Mr. Tomoaki Yokota. Sabo Dam merupakan terminologi umum untuk bangunan penahan, perlambatan dan penanggulangan aliran lahar di sepanjang sungai yang berpotensi terlanda lahar. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *